Kamis, 11 Juli 2013

Langit Mendung Milik Arista



Jakarta , Pagi ini ada sesuatu yang begitu menyakitkan ketika ku ingat semalam kau menghempaskan ku begitu keras sehingga aku pun  jatuh terlalu dalam dan merasakan sakit yang luar biasa ,tak sadar air mata ku mulai jatuh karna tak mampu lagi ku bendung ,perlahan kembali mulai kubuka dan kubaca setiap pesan singkat dari mu dan sudah dapat dipastikan semakin deras pula air mata ini , entahlah aku hanya merasakan seperti ada sesuatu yang menghimpit dadaku hanya sesak yang sedang kurasa seakan aku hanya berteman dengan sebuah pengabaian dari mu ,aku terlalu mendung untuk merasakan cerahnya pagi ini … matahari seolah tak mau lagi memberi sedikit kehangatan untuk ku. Ku perhatikan dan kubaca begitu hati-hati setiap kalimat yang dikirim oleh mu melalui sebuah pesan singkat yang masuk ke ponsel ku dan sungguh aku tak percaya hati ini merasakan sakit yang begitu dalam “apa yang salah ? bukankah ini semua yang kau mau arista ? “ aku berteriak pada diriku sendiri .. aku kesal pada diriku ,mengapa aku terlihat begitu mengenaskan dan payah, tak mampu berdiri sendiri , tak mampu berusaha kuat disaat yang ku genggam hilang begitu saja bahkan untuk membendung air mata sendiri pun aku tak mampu.  semua berubah , semakin berbeda. Tak ada lagi tambahan semangat darimu saat aku mulai merasa tak mampu, tak ada lagi jari yang akan menghapus air mataku , tak ada lagi lengan  yang akan memelukku ketika aku kedinginan saat menunggu hujan reda ,tak ada lagi seseorang yang akan khawatir jika aku sakit , tak ada lagi seseorang yang tak ragu untuk mengantarkan ku pulang  saat dirasa hari cukup  malam untuk seorang wanita yang harus pulang kuliah dengan angkutan umum , tak ada lagi yang sabar mengahadapi pribadi yang moody seperti diriku, ketika aku rindu padamu tak ada lagi pertemuan dan kecupan hangat di dahiku , bahkan  tak ada lagi ucapan selamat pagi yang seperti biasanya kau kirim melalui pesan singkat , semua hilang. “Pria mu memilih pergi dan silahkan kau ratapi kesedihanmu . Apa yang masih kau harapakan , sudahlah jangan buat diri mu semakin tersiksa oleh pengabaiannya” Teriakku dalam hati.
“Tuhan apakah perasaan yang sedang ku rasakan saat ini , mengapa begitu sesak dan sakit ? ini kah rasanya memilih mencintai orang yang  telah menyakiti ku ? Tuhan katakanlah padaku bahwa rasa sakit ini hanya sementara dan aku hanya butuh banyak waktu untuk menunggu datangnya kebahagiaan dari-Mu” aku terlalu lelah sehingga hanya kalimat itu yang mampu ku ucapkan dengan lirih saat aku melipat tangan dan memejamkan mata untuk sebentar bercerita kepada-Nya, kata Amin pun keluar samar dari bibirku karna aku sibuk terisak-isak menahan tangis.
Aku melihat diriku di depan cermin kuperhatikan wajahku ,  mata ku sembab , hidungku merah , air mata masih membasahi pipiku , begitu mendung karna ada awan gelap di wajah ku, perlahan ku usap air mataku , kutenangkan pikiran dan perasaanku , ku ambil ponsel ku yang sejak tadi sudah kubiarkan bersembunyi dibalik bantal hanya untuk membantuku sejenak tak mengingat kalimat perpisahan yang kubaca melaui pesan singkat yang ditulis olehnya. Aku rasa saat seperti ini aku begitu membutuhkan waktu , telinga dan hati untuk berbagi kedukaanku ,aku menelpon sahabat ku yang berada di Palembang , nada sambung pun terdengar, tutttt …. tuttttt … tutttt  tak berapa lama menunggu akhirnya dia menjawab telponku “ hallo , ada apa arista ? “ … “inggiiiitttttt” teriakku,  belum sempat aku bercerita hanya namanya yang mampu kuucap , tangisku kembali pecah aku terisak, keadaan kembali begitu menyedihkan dari ujung telpon kudengar inggit begitu khawatir mendegar aku menangis seperti anak kecil yang kehilangan barang kesayangannya . “ kamu kenapa arista ? jangan nangis , heyyyy aristaaaa ” terdengar begitu jelas suaranya “gue capek , gue kalah , gue nyerah git … “ balasku , mungkin inggit tak paham apa yang baru saja kuucapkan setiap kata yang keluar dari bibir ku hanya terdengar samar karna berbicara sambil menangis adalah hal yang paling sulit dilakukan , aku rasa aku belum siap untuk becerita , hatiku masih terlalu merasakan sakit , begitu pilu ,  aku belum bisa mengontrol perasaan sedih ku , “maafkan aku inggit  jika tangisku hanya membuatmu khawatir dan bingung” ucapku dalam hati .
Setelah begitu saja kumatikan telpon  kembali aku menata perasaan ku , berkali-kali ku hapus air mataku berkali-kali pula air mata itu jatuh semakin deras .Setiap kali aku dan tyo bertengkar akulah orang yang paling sering mengungkap kata perpisahan , ya pria yang begitu ku cintai itu bernama Prastyo Hermawan , pria hebat yang mampu membuat aku mecintainya begitu dalam.
Emosiku yang selalu menginginkan perpisahan seperti ini terjadi, tapi mengapa saat waktunya tiba aku seolah tak mau terima ,aku seolah lari dari kenyataan,aku tau bahwa memang sejak awal aku tak pernah benar-benar menginginkan sebuah salam perpisahan darimu, apakah aku terlalu egois bersikap seperti seperti ini ? entahlah yang jelas saat ini aku masih berteman kepedihan , kekecewaan , bahkan rasa kehilangan yang mendalam.
 Aku berharap hubungan ku dengan dia berakhir bahagia , terpisah bukan karena orang ketiga atau terpisah karena kita berbeda tetapi terpisah karena waktu dimana aku tak lagi bisa bernafas dan berdiri untuknya , yaaa itu hanyalah sebuah harapan ku yang pada akhirnya terjawab bahwa kita berpisah memang bukan karena orang ketiga atau perbedaan atau karena aku tak lagi bisa bernafas untuknya , melainkan kebodohanku , keegoisan , amarah dan gengsiku lah yang membuat kita berpisah seperti saat ini. Aku menyesal kalau akhirnya seperti ini tapi kucoba menarik sebuah pemikiran bahwa cara terbaik itu memang  melepaskan  dan membiarkannya pergi ketika sudah tak ada jalan ,sudah tau tak ada lagi yang bisa diperjuangkan.

Ini untukmu,
sampai jumpa .. semoga aku dan kamu bisa memperbaiki “kita” dikehidupan mendatang .. terimakasih untuk semua kenangan manis dari mu. Aku mencintai mu , sampai saat ini aku masih mencintai mu. Aku titip rinduku untukmu melalui do’a ku disetiap malam sebelum aku kembali memimpikanmu.